MAKALAH
Dipresentasikan untuk memenuhi Tugas
Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Yang dibina oleh :
Prof. Dr. H. Imam Bawani, M .Ag
Dr. Ahidul Asror, M. Ag
Oleh :
ST. MUANIFAH
NIM. 08 49110130
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
STAIN JEMBER
DESEMBER 2011
DAFTAR ISI
Halaman
Judul
.......................................................................................................................
i
Daftar
Isi
................................................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN
....................................................................................................
1
A.
Latar Belakang
.....................................................................................................
1
B.
Masalah atau Topik Bahasan
...............................................................................
1
C.
Tujuan Penulisan Makalah ...................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN
.......................................................................................................
3
A.
Bahasa sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan ............................................................
3
B.
Matematika sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan
.................................................... 7
C.
Logika sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan
............................................................ 9
D.
Statistika sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan
........................................................ 13
BAB
III PENUTUP
...............................................................................................................
18
A.
KESIMPULAN ....................................................................................................
18
B.
SARAN
................................................................................................................
18
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................................................
19
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada
komunikasi. Tanpa komunikasi apakah manusia dapat bersosialisasi, dan apakah
manusia layak disebut makhluk sosial? Sebagai sarana komunikasi maka segala
yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berfikir
sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai
kemampuan berbahasa seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara
sistematis dan teratur.
Demikian pula ilmu-ilmu pengetahuan, semuanya sudah mempergunakan
matematika, baik matematika sebagai pengembangan aljabar maupun statistik. Phylosopy
modern tidak akan tepat bila pengetahuan tentang matematika tidak
mencukupi. Hampir dapat dikatakan bahwa fungsi matematika sama luasnya dengan
fungsi bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
Logika adalah sarana untuk berfikir sistematis, valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Karena itu, berfikir logis adalah berpikir sesuai dengan
aturan-aturan berpikir, seperti; setengah tidak boleh lebih dari satu.
Dalam kamus ilmiah populer, kata statistik berarti tabel, grafik,
daftar informasi, angka-angka, informasi. Statistik berarti ilmu pengumpulan,
analis, dan klasifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi.
Dari uraian diatas, penulis akan membahas lebih jelas sesuai topik
bahasan pada bab pembahasan berikut.
B.
Masalah atau Topik Bahasan
1.
Bahasa sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan
2.
Matematika sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan
3.
Logika sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan
4.
Statistika sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan
C.
Tujuan Penulisan Makalah
Untuk mengetahui bahwa Bahasa, Matematika, Logika, dan Statistika
sebagai sarana Ilmu Pengetahuan, sehingga diharapkan penulis dan pembaca
mendapatkan tambahan ilmu yang lebih luas dari pembahasan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Bahasa sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan
Bahasa mempunyai peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam
hidup dan kehidupan manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang
memperhatikan bahasa dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, seperti
bernafas dan berjalan. Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar
biasa dan termasuk yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya.[1]
Ernest Cassirer berpendapat bahwa keunikan manusia bukanlah terletak pada
kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa.Oleh
karena itu, Ernest menyebut manusia sebagai Animal Symbolicum, yaitu
makhluk yang menggunakan simbol.[2]
Wittgenstein menyatakan: “Batas bahasaku adalah batas duniaku”.
Melalui pernyataan ini orang-orang yang berpikir (homo sapiens) akan bertanya
dalam diri apa itu bahasa? Apa fungsinya? Bagaimana peran bahasa dalam berpikir
Ilmiah?
Bloch and Trager mengatakan: a language is a system of arbitrary
vocal symbols by means of which a social group cooperates (Bahasa adalah
suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu
kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi.
Joseph broam mengatakan: bahasa adalah suatu sistem yang
berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para
anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain.
Batasan diatas memerlukan sedikit penjelasan agar tidak terjadi
salah paham. Oleh karena itu, perlu diteliti setiap unsur yang ada didalamnya:
1.
Simbol-simbol
Simbol-simbol berarti sesuatu yang menyatakan sesuatu yang lain.
Hubungan antara simbol dan “sesuatu” yang dilambangkannya itu tidak merupakan
sesuatu yang terjadi dengan sendirinya atau sesuatu yang bersifat alamiah,
seperti yang terdapat antara awan hitam dan turunnya hujan, ataupun antara
tingginya panas badan dan kemungkinan terjadinya infeksi. Awan hitam adalah
tanda turunnya hujan; panas suhu badan yang tinggi tanda suatu penyakit.
2.
Simbol-simbol vokal
Simbol-simbol yang membangun ujaran manusia adalah simbol-simbol
vokal, yaitu bunyi-bunyi yang urutan-urutan bunyinya dihasilkan dari kerjasama
berbagai organ atau alat tubuh dalam sistem pernafasan. Untuk memenuhi
maksudnya, bunyi-bunyi tersebut haruslah didengar oleh orang lain dan harus
diartikulasikan sedemikian rupa untuk memudahkan sipendengar untuk merasakannya
secara jelas dan berbeda dari yang lainnya. Dengan kata lain, tidak semua bunyi
yang dihasilkan oleh organ-organ vokal manusia merupakan simbol-simbol bahasa,
lambang-lambang kebahasaan. Contoh: bersin, batuk, dengkur, biasanya tidak
mengandung nilai simbolis, semua itu tidak bermakna apa-apa diluar mereka
sendiri.
3.
Simbol-simbol vokal arbitrer
Istilah arbitrer disini bermakna “mana suka” dan tidak perlu ada
hubungan yang valid secara filosofis antara ucapan lisan dan arti yang
dikandungnya. Hal ini akan lebih jelas bagi orang yang mengetahui lebih dari
satu bahasa. Misalnya, untuk menyatakan jenis binatangEquus Caballus,
orang Inggris menyebutnya horse, orang Perancis cheval, orang
Indonesia kuda, dan orang Arab hison. Semua kata ini sama
tepatnya, sama arbitrernya. Semuanya adalah konvensi sosial yakni sejenis
persetujuan yang tidak diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam antara
sesama anggota masyarakat yang memberi setiap kata makna tertentu.
4.
Suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer. Walaupun hubungan antara bunyi dan arti ternyata bebas dari setiap
suara hati nurani, logika atau psikologi, namun kerjasama antara bunyi-bunyi
itu sendiri, didalam bahasa tertentu, ditandai oleh sejumlah konsistensi,
ketetapan intern. Misalnya; setiap bahasa beroperasi dengan sejumlah bunyi
dasar yang terbatas (dan ciri-ciri fonetik lainnya seperti tekanan kata dan
intonasi).
5.
Yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok sosial sebagai
alat bergaul satu sama lain.
Fungsi
bahasa memang sangat penting dalam dunia manusia. Dengan bahasa para anggota
masyarakat dapat mengadakan interaksi sosial.[3]
a.
Fungsi Bahasa
Para pakar telah berselisih pendapat dalam hal fungsi bahasa.
Aliran filsafat bahasa dan psikolinguistik melihat fungsi bahasa sebagai sarana
untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan emosi, sedangkan aliran
sosiolinguistik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk perubahan
masyarakat.
Walaupun tampak perbedaan tetapi saling melengkapi. Secara umum
dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah:
1)
Koordinator kegiatan-kegiatan masyarakat.
2)
Penetapan pemikiran dan pengungkapan.
3)
Penyampaian pikiran dan perasaan.
4)
Penyenangan jiwa.
5)
Pengurangan kegoncangan jiwa.
Menurut
Halliday sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi bahasa adalah
sebagai berikut:
1)
Fungsi Instrumental: penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal
yang bersifat materi seperti makan,
minum dan sebagainya.
2)
Fungsi Regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan
perbaikan tingkah laku.
3)
Fungsi Interaksional: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan
pemikiran antara seseorang dan orang lain.
4)
Fungsi Personal : seseorang mengunakan bahasa untuk mencurahkan
perasaan dan pikiran.
5)
Fungsi Heuristik: penggunaan bahasa untuk mencapai mengungkap tabir
fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya.
6)
Fungsi Imajinatif: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi
seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak
sesuai dengan realita (dunia nyata).
7)
Fungsi Representasional: penggunaan bahasa untuk menggambarkan
pemikiran dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain.
Kneller mengemukakan 3 fungsi bahasa yaitu simbolik, emotif dan
afektif. Fungsi simbolik dan emotif menonjol dalam komunikasi ilmiah, sedangkan
fungsi afektif menonjol dalam komunikasi estetik.[4]
Sedangkan Buhler membedakan fungsi bahasa kedalam bahasa ekspresif,
bahasa konatif, dan bahasa representasional. Bahasa ekspresif yaitu bahasa yang
terarah pada diri sendiri yakni si pembicara; bahasa konatif yaitu bahasa yang
terarah pada lawan bicara; dan bahasa representasional yaitu bahasa yang
terarah pada kenyataan lainnya, yaitu apa saja selain pembicara atau lawan
bicara.
b.
Bahasa sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
Ada dua hal yang harus diperhatikan masalah sarana ilmiah, yaitu
pertama, sarana ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa ia merupakan
kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah, seperti
menggunakan pola berpikir induktif dan deduktif dalam mendapatkan pengetahuan.
Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan
ilmiah secara baik.
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses
berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk
menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang
berlandaskan logika induktif maupun deduktif. Dengan kata lain, kegiatan
berpikir imiah ini sangat berkaitan erat dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang
baik dalam berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi
dengan bahasa yang tidak baik dan benar. Premis yang salah akan menghasilkan
kesimpulan yang salah juga. Semua itu tidak terlepas dari fungsi bahasa itu
sendiri sebagai sarana berpikir.
c.
Bahasa Ilmiah dan Bahasa Agama
Bahasa ilmiah adalah bahasa
yang digunakan dalam kegiatan ilmiah, berbeda dengan bahasa agama. Ada dua
pengertian mendasar tentang bahasa agama, pertama, bahasa agama adalah kalam
Ilahi yang terabadikan dalam kitab suci. Kedua, bahasa agama merupakan ungkapan
serta perilaku keagamaan dari seseorang atau kelompok sosial. Dengan kata lain,
bahasa agama dalam konteks kedua ini merupakan wacana keagamaan yang dilakukan
oleh ummat beragama maupun sarjana ahli agama, meskipun tidak selalu menunjuk
serta menggunakan ungkapan-ungkapan kitab suci.[5]
Bahasa ilmiah dalam tulisan-tulisan ilmiah, terutama sejarah,
selalu dituntut secara deskriptif sehingga memungkinkan pembaca (orang lain)
utuk ikut menafsirkan dan mengembangkan lebih jauh. Sedangkan bahasa agama
selain menggunakan bahasa deskriptif juga menggunakan gaya preskriptif, yakni
struktur makna yang dikandung selalu bersifat imperatif dan persuasif dimana
pengarang menghendaki pembaca mengikuti pesan pengarang sebagaimana
terformulasikan dalam teks. Dengan kata lain gaya bahasa ini cenderung
memerintah.[6]
B.
Matematika sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan
Dalam abad ke-20 ini, seluruh kehidupan manusia sudah mempergunakan
matematika, baik matematika ini sangat sederhana hanya untuk menghitung satu,
dua, tiga maupun yang sampai sangat rumit, misalnya perhitungan antariksa.
Penalaran ilmiah menyadarkan kita kepada proses logika deduktif dan
logika induktif. Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif,
sedangkan statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif.[7]
1.
Matematika Sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
serangkaian pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika
bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan
kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang
mati.[8]
Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan, untuk mengatasi
kekurangan yang terdapat pada bahasa verbal, kita berpaling pada matematika.
Dalam hal ini kita katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk
menghilangkan sifat majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Contoh:
menghitung “kecepatan jalan kaki seorang anak” kita lambangkan X, “jarak tempuh
seorang anak” kita lambangkan Y, “waktu berjalan kaki seorang anak” kita
lambangkan Z, maka kita dapat melambangkan hubungan tersebut sebagai Z=Y/X.
Pernyataan Z=X/Y kiranya jelas tidak mempunyai konotasi emosional dan hanya
mengemukakan informasi mengenai hubungan antara X, Y dan Z. Dalam hal ini
pernyataan matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informatif
dengan tidak menimbulkan konotasi yang tidak bersifat emosional.[9]
2.
Matematika sebagai Sarana Berpikir Deduktif
Matematika merupakan ilmu deduktif. Karena penyelesaian
masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman, melainkan
didasarkan atas deduksi-deduksi (penjabaran-penjabaran). Matematika lebih
mementingkan bentuk logisnya. Pernyataan-pernyataannya mempunyai sifat yang
jelas. Pola berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam bidang ilmiah maupun
bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada
premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Contoh: jika diketahui A
termasuk dalam lingkungan B, sedangkan B tidak ada hubungan dengan C, maka A
tidak ada hubungan dengan C.
3.
Matematika untuk Ilmu Alam dan Ilmu Sosial
Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual.
Disamping pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika juga
memberikan bahasa, proses dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk dan
kekuasaan.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan alam matematika memberikan
kontribusi yang cukup besar. Kontribusi matematika dalam perkembangan ilmu
alam, lebih ditandai dengan penggunaan lambang-lambang bilangan untuk
penghitungan dan pengukuran, disamping hal lain seperti bahasa, metode dan lainnya.
Adapun ilmu-ilmu sosial dapat ditandai oleh kenyataan bahwa
kebanyakan dari masalah yang dihadapinya tidak mempunyai pengukuran yang
mempergunakan bilangan dan pengertian tentang ruang adalah sama sekali tidak
relevan.
C.
Logika sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan
Logika adalah sarana berpikir sistematis, valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Karena itu berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan
aturan-aturan berpikir.
Hukum-hukum pikiran beserta mekanismenya dapat digunakan secara
sadar dalam mengontrol perjalanan pikiran yang sulit dan panjang itu.
1.
Aturan Cara Berpikir yang Benar
Kondisi adalah hal-hal yang harus ada supaya sesuatu dapat
terwujud, dapat terlaksana. Untuk berpikir baik, yakni berpikir benar,
logis-dialektis, juga dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu:[10]
a.
Mencintai kebenaran
Sikap
ini sangat fundamental untuk berpikir yang baik, sebab sikap ini senantiasa
menggerakkan si pemikir untuk mencari, mengusut, meningkatkan mutu
penalarannya; manggerakkan si pemikir
untuk senantiasa mewaspadai “ruh-ruh” yang akan menyelewengkannya dari yang
benar. Misalnya, menyederhanakan kenyataan, menyempitkan cakrawala/perspektif,
berpikir terkotak-kotak. Cinta terhadap kebenaran diwujudkan dalam kerajinan(jauh
dari kemalasan, jauh dari takut sulit, dan jauh dari kecerobohan) serta
diwujudkan dengan kejujuran, yakni disposisiatau sikap kejiwaan(dan
pikiran) yang selalu siap sedia menerima kebenaran meskipun berlawanan dengan
prasangka dan keinginan/kecenderungan pribadi atau golongannya.
b.
Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang Anda kerjakan
Kegiatan
yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berpikir. Seluruh aktivitas intelek kita
adalah suatu usaha terus menerus mengejar kebenaran yang diselingi dengan diperolehnya
pengetahuan tentang kebenaran tetapi parsial sifatnya. Untuk mencapai
kebenaran, kita harus bergerak melalui berbagai macam langkah dan kegiatan.
c.
Ketahuilah (dengan sadar) apa yang Anda katakan
Pikiran
diungkapkan ke dalam kata-kata. Kecermatan pikiran diungkapkan ke dalam
kecermatan kata-kata, karenanya kecermatan ungkapan pikiran ke dalam kata
merupakan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi. Anda senantiasa perlu
menguasai ungkapan pikiran kedalam kata tersebut. Waspadalah terhadap term-term
ekuivokal (bentuk sama, tetapi arti berbeda), analogis (bentuk sama, arti
sebagian sama sebagian berbeda). Ketahuilah pula perbedaan kecil arti (nuansa)
dari hal-hal yang Anda katakan.
d.
Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian (klasifikasi) yang
semestinya
Jika
ada dua hal yang tidak mempunyai bentuk yang sama, hal itu jelas berbeda. Tetapi banyak kejadian dimana dua hal atau
lebih mempunyai bentuk sama, namun tidak identik. Disinilah perlu dibuat suatu
distingsi, suatu pembedaan. Karena realitas begitu luas, perlu diadakan
pembagian ( klasifikasi). Peganglah suatu prinsip pembagian yang sama, jangan
sampai Anda menjumlahkan bagian atau aspek realitas prinsip klasifikasi yang
sama.
e.
Cintailah definisi yang tepat
Penggunaan
bahasa sebagai ungkapan sesuatu kemungkinan tidak ditangkap sebagaimana yang
akan diungkapkan atau yang dimaksudkan. Karenanya jangan segan membuat
definisi. Definisi artinya pembatasan, yakni membuat jelas batas-batas sesuatu.
Hindari uraian-uraian yang tidak jelas artinya.
f.
Ketahuilah (dengan sadar) mengapa Anda menyimpulkan begini atau
begitu
Anda
harus bisa dan biasa melihat asumsi-asumsi, implikasi-implikasi, dan
konsekuensi-konsekuensi dari suatu penuturan (assertion), pernyataan, atau
kesimpulan yang Anda buat. Jika bahan yang ada tidak cukup atau kurang cukup
untuk menarik kesimpulan, hendaknya orang menahan diri untuk tidak membuat
kesimpulan atau membuat pembatasan-pembatasan (membuat reserve) dalam
kesimpulan.
g.
Hindarilah kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenaga,
serta sangguplah mengenali jenis, macam, dan nama kesalahan, demikian juga
mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran (penalaran)
Dalam
belajar logika Ilmiah (scientific) Anda tidak hanya mau tahu hukum-hukum,
prinsip-prinsip, bentuk-bentuk pikiran sekadar untuk tahu saja. Anda perlu
juga;
1)
Dalam praktik, menjadi cakap dan cekatan berpikir sesuai dengan
hukum, prinsip, bentuk berpikir yang betul, tanpa mengabaikan dialektika, yakni
proses perubahan keadaan. Logika ilmiah melengkapi dan mengantar kita untuk
menjadi cakap dan sanggup berpikir kritis, yakni berpikir secara menentukan
karena menguasai ketentuan-ketentuan berpikir yang baik.
2)
Selanjutnya sanggup mengenali jenis-jenis, macam-macam, nama-nama,
sebab-sebab kesalahan pemikiran, dan sanggup menghindari, juga menjelaskan
segala bentuk dan sebab kesalahan dengan semestinya.[11]
2.
Klasifikasi
Sebuah
konsep klasifikasi, seperti “panas” atau “dingin”, hanyalah menempatkan objek
tertentu dalam sebuah kelas. Pertimbangan yang berdasarkan klasifikasi tentu
saja lebih baik daripada tak ada pertimbangan sama sekali. Misal; terdapat tiga
puluh lima orang yang melamar pekerjaan yang membutuhkan kemampuan tertentu,
dan perusahaan yang akan menerima mempunyai psikolog harus menetapkan cara-cara
pelamar dalam memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Ahli psikologi
tersebut membuat klasifikasi kasar berdasarkan keterampilan, kemampuan dibidang
matematika, stabilitas emosional, dan sebagainya. Ketiga puluh lima orang
tersebut dibandingkan dengan pengetahuan yang berdasarkan klasifikasi kuat,
lemah dan sedang, kemudian ditempatkan dalam urutan berdasarkan kemampuannya
masing-masing.[12]
3.
Aturan Definisi
Definisi
secara etimologi adalah suatu usaha untuk memberi batasan terhadap sesuatu yang
dikehendaki seseorang untuk memindahkannya kepada orang lain.
Sedangkan
pengertian definisi secara terminologi adalah sesuatu yang menguraikan makna
lafadz kulli yang menjelaskan karakteristik khusus pada diri individu.
Definisi
yang baik adalah jami’ wa mani
(menyeluruh dan membatasi). Hal ini sejalan dengan kata definisi itu sendiri,
yaitu definite (membatasi).
D.
Statistika sebagai Sarana Ilmu Pengetahuan
1.
Pengertian statistik
Pada mulanya kata statistik diartikan sebagai keterangan-keterangan
yang dibutuhkan oleh negara dan berguna bagi negara.[13]
Secara etimologi, kata “statistik” berasal dari kata status (bahasa
latin) yang mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris), yang
dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya, kata
“statistik” diartikan sebagai “kumpulan bahan keterangan (data), baik yang
berwujud angka (data kuantitatif) maupun data yang tidak berwujud angka (data
kuantitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu
negara”. Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya
dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif)
saja.[14]
Ditinjau dari segi terminologi, dewasa ini istilah statistik
terkandung berbagai macam pengertian;
1.
Istilah statistik kadang diberi pengertian sebagai data statistik,
yaitu kumpulan bahan keterangan berupa angka atau bilangan.
2.
Sebagai kegiatan statistik atau kegiatan perstatistikan atau
kegiatan penstatistikan.
3.
Kadang juga dimaksudkan sebagai metode statistik yaitu cara-cara
tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan, menyusun, atau
mengatur, menyajikan, menganalisis, dan memberikan interpretasi terhadap
sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka itu dapat berbicara atau dapat memberikan
pengertian makna tertentu.
4.
Istilah statistik dewasa ini juga dapat diberi pengertian sebagai
“ilmu statistik”, ilmu statistik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan
memperkembangkan secara ilmiah tahap-tahap yang adadalam kegiatan statistik atau
ilmu pengetahuan yang membahas (mempelajari) dan memperkembangkan
prinsip-prinsip, metode dan prosedur yang perlu ditempuh dalam rangka;
a.
Pengumpulan data angka
b.
Penyusunan atau pengaturan data angka
c.
Penyajian atau penggambaran atau pelukisan data angka
d.
Penganalisisan terhadap data angka
e.
Penarikan kesimpulan (conclusion)
f.
Pembuatan perkiraan (estimation)
g.
Penyusunan ramalan (prediction) secara ilmiah (dalam hal ini secara
matematik) atas dasar pengumpulan data angka tersebut.[15]
Dalam kamus ilmiah populer, kata statistik berarti tabel, grafik,
daftar informasi, angka-angka, informasi. Sedangkan kata statistika berarti
ilmu pengumpulan, analisis dan klasifikasi data, angka sebagai dasar untuk
induksi.[16]
2.
Sejarah Perkembangan Statistik
Peluang
yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak
dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi dan bahkan Eropa dalam Abad
Pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar
yang dikembangkan sarjana Muslim, namun bukan dalam lingkup teori peluang.
Begitu dasar-dasar peluang ini dirumuskan, maka dengan cepat telaahan ini
berkembang. Konsep statistik sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang
ditelaah dalam suatu populasi tertentu.
a.
Abraham Demoitre (1667-1754) mengembangkan teori galat atau
kekeliruan (theory of error).
b.
Thomas Simpson (1757) menyimpulkan bahwa terdapat sesuatu
distribusi yang berlanjut (continuous distribution) dari suatu variabel
dalam suatu frekuensi yang cukup banyak.
c.
Pierre Simon de Laplace (1749-1827) mengembangkan konsep Demoivre
dan Simpson ini lebih lanjut dan menemukan distribusi normal sebuah konsep
mungkin paling umum dan paling banyak dipergunakan dalam analisis statistika
disamping teori peluang.
d.
Distribusi lain, yang tidak berupa kurva normal, kemudian ditemukan
Francis Galton (1822-1911) dan Karl pearson (1857-1936)
e.
Karl Friedrich Gauss (1777-1855) mengembangkan teknik kuadrat
terkecil (least squares) simpangan baku dan galat baku untuk rata-rata (the
standard error of the mean). Pearson melanjutkan konsep-konsep Galton dan
mengembangkan konsep regresi, korelasi, distribusi, chi-kuadrat dan analisis
statistika untuk data kualitatif Pearson menulis buku The Grammar of science
sebuah karya klasik filsafat ilmu.
f.
William Searly Gosset, yang terkenal dengan nama samaran “student”,
mengembangkan konsep tentang pengambilan contoh. Desigent Experiment
dikembangkan oleh Ronald Alylmer Fisher (1890-1962) disamping analisis varians
dan covarians, distribusi –z, distribusi –t, uji signifikan dan teori tentang
perkiraan (theory of estimation).[17]
Di Indonesia sendiri kegiatan dalam bidang penelitian sangat
meningkat, baik kegiatan akademik maupun pengambilan keputusan telah memberikan
momentum yang baik untuk pendidikan statistika.
3.
Hubungan Antara Sarana Ilmiah Bahasa, Matematika, logika dan
Statistika
Sebagaimana
telah dibahas sebelumnya, agar dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan
baik, diperlukan sarana yang berupa bahasa, matematika, logika dan statistika.
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses
berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk
menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.
Ditinjau
dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan berpikir deduktif dan
berpikir induktif. Untuk itu penalaran ilmiah menyandarkan diri pada proses
logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting
dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam
berpikir induktif. Jadi keempat sarana ilmiah ini saling berhubungan erat satu
sama lain.[18]
4.
Tujuan Pengumpulan Data Statistik
Tujuan
ini dibagi menjadi dua golongan besar yaitu;
a.
Tujuan kegiatan praktis
Dalam
kegiatan praktis hakikat alternatif yang sedang dipertimbangkan telah
diketahui, paling tidak secara prinsip, dimana konsekuensi dalam memilih salah
satu dari alternatif tersebut dapat dievaluasi berdasarkan serangkaian
perkembangan yang akan terjadi.
b.
Tujuan kegiatan keilmuan
Kegiatan
statistika dalam bidang keilmuan diterapkan pada pengambilan suatu keputusan
yang konsekuensinya sama sekali belum diketahui. Dengan demikian konsekuensi
dalam melakukan kesalahan dapat diketahui secara lebih pasti dalam kegiatan
praktis dibandingkan dengan kegiatan keilmuan.
5.
Statistika dan Cara Berpikir Induktif
Ilmu
secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji
kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah sesuai faktual, dimana
konsekuensinya dapat diuji baik dengan jalan mempergunakan pancaindera, maupun
dengan alat-alat yang membantu pancaindera tersebut. Statistika merupakan
pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.
Kesimpulan yang ditarik dalam
penalaran deduktif adalah benar jika premis-premis yang dipergunakan adalah
benar danprosedur penarikan kesimpulannya adalah sah. Sedangkan dalam penalaran
induktif meskipun premis-premisnya adalah benar dan prosedur penarikan
kesimpulannya adalah sah, maka kesimpulan itu belum tentu benar. Tapi
kesimpulan itu mempunyai peluang untuk benar.
Statistik merupakan sarana berpikir
yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari
perangkat metode ilmiah, statistik membantu kita untuk melakukan generalisasi
dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan
terjadi secara kebetulan.[19]
6.
Peranan statistika dalam tahap-tahap Metode Keilmuan
Langkah-langkah
yang lazim dipergunakan dalam kegiatan keilmuan yang dapat dirinci sebagai
berikut;
a.
Observasi
Statistik
dapat mengemukakan secara terperinci tentang analisis yang akan dipakai dalam
observasi.
b.
Hipotesis
Untuk
menerangkan fakta yang diobservasi, dugaan yang sudah ada dirumuskan dalam
sebuah hipotesis. Dalam tahap kedua ini statistika membantu kita dalam
mengklasifikasikan hasil observasi.
c.
Ramalan
Dari
hipotesis dikembangkanlah deduksi. Jika teori yang dikemukakan memenuhi syarat
deduksi akan menjadi pengetahuan baru. Fakta baru ini disebut ramalan.
d.
Pengujian kebenaran
Untuk
menguji kebenaran ramalan, mulai dari tahapan-tahapan berulang seperti sebuah
siklus.
7.
Penerapan Statistika
Statistika
diterapkan secara luas dalam hampir semua pengambilan keputusan dalam bidang
manajemen. Statistika diterapkan dalam penelitian pasar, penelitian produksi,
kebijaksanaan penanaman modal, kontrol kualitas, seleksi pegawai, kerangka
percobaan industri, ramalan ekonomi, auditing dan masih banyak lagi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahasa mempunyai peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam
hidup dan kehidupan manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang
memperhatikan bahasa dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, seperti
bernafas dan berjalan. Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar
biasa dan termasuk yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya.
Matematika adalah
bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari serangkaian pernyataan yang
ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” yang
baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka
matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Logika adalah sarana berpikir sistematis, valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Karena itu berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan
aturan-aturan berpikir.
statistik, yaitu kumpulan bahan keterangan berupa angka atau
bilangan.
metode statistik yaitu cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam
rangka mengumpulkan, menyusun, atau mengatur, menyajikan, menganalisis, dan
memberikan interpretasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka
itu dapat berbicara atau dapat memberikan pengertian makna tertentu.
Betapa ilmu
filsafat itu rumit dan melelahkan tetapi penulis tidak perlu putus asa, karena
Allah tidak menyukai orang-orang yang berputus asa dari Rahmat Allah Swt. Untuk
itu penulis tetap berusaha untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Bagi pembaca
mari kita sharing pengetahuan agar kita mendapatkan tambahan ilmu, khususnya
bagian ilmu filsafat yang telah tersusun
dengan sedikit kemampuan kami.
DAFTAR
PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali
Pers.
Suriasumantri,Jujun S.1995. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Hidayat, Komaruddin. 1996. Memahami Bahasa Agama, Jakarta:
Paramadina.
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan,
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suriasumantri, Jujun S. 2002. Filsafat Ilmu (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Poespoprojo, W. 1999. Logika Scientifika; Pengantar Dialektika
dan Ilmu,Bandung: Pustaka Grafika.
Suriasumantri, Jujun S. 2001.Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Dajan, Anto. 2000. Pengantar Metode Statistik, Jilid I,Pustaka
LP3ES Indonesia.
Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Pratanto, Pius A. dan Al-Barri, M. Dahlan. 1994. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya:
Arkola.
[1]Amsal Bakhtiar,
Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 175.
[2] Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1995), 171.
[3]Amsal Bahtiar, Op
cit, 180.
[4] Jujun S.
Suriasumantri, op.cit, 175
[5] Komaruddin Hidayat,
Memahami Bahasa Agama (Jakarta: Paramadina, 1996), 75.
[7] Burhanuddin
Salam, Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1997), 134.
[8] Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002),
190.
[10] W.
Poespoprojo, Logika Scientifika; Pengantar Dialektika dan Ilmu (Bandung:
Pustaka Grafika, 1999), 61
[11] Ibid, 64
[12] Jujun S.
Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2001), 148.
[13] Anto Dajan, Pengantar
Metode Statistik, Jilid I (Pustaka LP3ES Indonesia, 2000), 2.
[14] Anas Sudijono,
Pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 1
[16] Pius A.
Pratanto, dan M. Dahlan Al-Barri, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya:
Arkola, 1994), 724.
[17] Jujun S. Suriasumantri, Op Cit, 213.
[18] Amsal Bakhtiar, Op Cit, 202
Tidak ada komentar:
Posting Komentar